Ayam buras sudah dikenal masyarakat Indonesia dan penyebarannyapun telah
merata terutama di pedesaan. Karena perawatannya mudah, daya tahan hidupnya cukup
tinggi, adaptasi dengan lingkungan dan makanan mudah serta lebih digemari masyarakat
karena baik daging maupun telurnya memiliki cita rasa yang lebih disukai dibandingkan
ayam ras.
Pengembangan ayam buras saat ini sudah diarahkan sebagai penghasil daging
dan telur konsumsi, meskipun mengalami berbagai kendala, antara lain : rendahnya
produksi, terbatasnya managemen pemeliharaan, dan tingginya variasi genetik antar ayam
itu sendiri.
Menurut data dari Ditjen Peternakan tahun 1995, peternak ayam buras di wilayah
DKI Jakarta pada tahun 1994 menghasilkan daging 240 ton pertahun atau setara dengan
240.000 ekor pertahun atau 20.000 ekor perhari, dan telur 900 ton pertahun. Pada tahun
1990 - 1994 terjadi penurunan produksi daging dan telur ayam buras masing-masing
15,11 % - 16,04% pertahun yang antara lain disebabkan oleh penurunan populasi ayam
buras yang mencapai 15,24% pertahun. Pada saat yang sama, permintaan pasar
terhadap komoditas hasil ternak ayam buras selalu meningkat.
Kebutuhan telur dan daging ayam buras untuk DKI Jakarta dengan jumlah yang
sangat besar sampai saat ini sebagian besar masih dipasok dari daerah sekitarnya,
seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lampung. Hal ini karena pengernbangan ayam
buras di DKI Jakarta mengalami kendala khususnya areal pemeliharaan yang terbatas dan
jumlah penduduk yang sangat padat. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan teknologi
usaha peternakan yang tepat guna untuk petani dengan pemilikan lahan terbatas yaitu
dengan cara mengandangkannya pada kandang sistem batere seperti dilakukan pada
ayam ras petelur. Cara ini sudah terbukti mampu meningkatkan produksi telur sesuai
dengan kondisi di DKI Jakarta.
Untuk usaha yang diarahkan sebagai ayam buras pedaging, teknologi tersebut
masih mengalami berbagai kendala seperti sulitnya menghasilkan anak ayam (DOC)
dalam jumlah banyak dan seragam dengan waktu yang relatif singkat. Kualitas semen dan
fertilitas semen ayam buras yang dihasilkan ditingkat peternak cukup balk, namun angka
kematian embrio dan scat periode indukan yang masih tinggi (20 - 44%) akan mengurangi
arti pejantan dan merupakan bukti bahwa pengelolaannya perlu diperbaiki. Masalah ini
dapat diatasi dengan teknologi Inseminasi Buatan yang dipadukan dengan pemeliharaan
sistem batere, sehingga akan dihasilkan telur tetas dalam jumlah banyak dan dalam waktu
yang lebih singkat dibandingkan kawin alarm pada sistem kolom. Hasil penelitian tentang
Inseminasi Buatan pada ayam buras menunjukkan bahwa pengenceran semen dengan
NaCl 0,9%; dosis 0,1 ml semen encer dapat menghasilkan daya tunas 56,48%.
Selengkapnya Download Disini . . . . .
Jumat, 16 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar