DOC yang berkualitas prima akan memberikan banyak keuntungan, dalam hal ini kepuasan hati menjadi prioritas. Tidak hanya karyawan di hatchery saja, tetapi karyawan farm akan merasa senang apabila mendapatkan DOC yang berkualitas prima.
Beberapa keuntungan yang didapat apabila kita memelihara DOC dengan kualias prima di antaranya daya hidup tinggi, karena performance yang prima akan menghasilkan daya tahan yang optimal, feed konversi lebih baik, dan pertambuhan berat badan yang lebih baik. Dengan ketiga aspek tersebut, untuk broiler komersial akan berdampak terhadap nilai jual, biaya pakan akan lebih rendah, dan panen akan sesuai target. Sedangkan untuk breeding dan layer performance pullet yang optimal akan menghasilkan periode produksi yang maksimal.
Secara umum DOC yang berkualitas prima dapat didefinisikan sebagai anak ayam yang berpotensi mempunyai peformance terbaik seperti yang telah disebutkan diatas.
Ada dua hal yang bisa kita tentukan dalam mengukur kualitas DOC yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif. Untuk pengukuran secara kuantitatif, kualitas DOC dapat diukur dari berat saat setelah menetas, panjang anak ayam, berat sisa kuning telur (yolk) dan lain-lain. Untuk pengukuran qualitatif secara umum yakni bersih, kering, bebas dari kotoran dan kontaminasi, mata jernih dan berbinar, bebas dari cacat, pusar menutup lengkap dan bersih , tidak ada sisa kuning telur pada area pusar.
Tubuh kuat terhadap sentuhan, tanpa ada tanda-tanda stress seperti panting, tanggap dan tertarik pada kondisi lingkungan, respon terhadap suara, konformasi normal dari kaki, tidak ada merah (hock) dikaki, tidak ada pembengkakan, tidak ada luka dikulit, paruh normal, tidak lembek dan kuku kuat,. Pengukuran kuantitatif bisa diukur dengan timbangan, penggaris dan lain-lain. Untuk pengukuran kualitatif perlu standarisasi –kalau tidak akan bersifat subjektif-- seperti menggunakan pasgar score dengan nilai 0–10 dan Tona score dengan nilai 0-100.
Penanganan telur tetas
Untuk mendapatkan DOC dengan kualitas prima juga diperlukan adanya penanganan terhadap telur selama di hatchery. Beberapa penanganan tersebut di antaranya :
1. Grading
Tujuan dilakukannya grading yakni untuk mendapatkan dan menginkubasi telur yang berkualitas baik dengan beberapa cara. Pertama, afkir dan buang telur yang tidak sesuai standar untuk ditetaskan. Telur yang tidak sesuai dengan standar yakni kotor, retak, kecil (sesuai standar berat HE), sangat besar atau double yolk, kerabang yang jelek, serta bentuknya tidak bagus.
Kedua, simpan telur secara hati-hati ke dalam setter tray atau tray transportasi dimana ujung yang tumpul berada di atas. Ketiga, berhati-hatilah selama proses grading, selama awal produksi periksa berat dan seleksi hatching eggnya. Keempat, simpan di ruangan terpisah dimana temperature dan kelembaban dikontrol. Kelima, jaga ruang penanganan telur dalam keadaaan bersih dan nyaman. Kontrol kutu di ruangan telur dengan cara pisahkan atau tolak telur kotor dan buggy dari hatchery.
2. Fumigasi
Tujuan dilakukan fumigasi yakni menghilangkan atau mengurangi kontaminan yang menempel pada permukaan telur agar tidak terjadi penetrasi kedalam telur baik jamur maupun bakteri. Fumigasi dilakukan harus sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, contoh : single, double, dan seterusnya.
3. Penyimpanan Telur
Menyimpan dan mengoleksi telur agar sesuai dengan kebutuhan mesin atau permintaan dengan menjaga kualitas telur tetas dengan kondisi ideal sesuai lama penyimpanan.
Mekanisme yang menyebabkan turunnya hasil penyimpanan adalah sampai hari ini masih belum jelas, umumnya diketahui bahwa viskositas albumen (tingginya albumen) menurun dan pH albumen meningkat selama penyimpanan.
Perubahan dalam albumen tidak sesederhana yang digambar untuk kualitas hatching egg dalam menghasilkan DOC yang berkualitas prima. Kualitas telur terbaik terjadi pada saat hari dikeluarkan dari induk dan berubah dalam kekentalan albumen dan pH yang terjadi terutama selama 4 hari. Bagaimanapun, hatchability tertinggi diproduksi dari telur yang disimpan selama 1-2 hari, dan dari telur yang optimal kualitas albumennya.
Pengaruh hatchability dan quality
Meskipun praktek di hatchery penyimpanan akan rusak setelah lama penyimpanan lebih dari 7 hari, efek negatif harus dihindari dari hari kedua dan seterusnya. A Norwegian mempelajari (2001) pada hasil hatchability dari 112 flok Ross komersial 208 diungkap bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi hatchability adalah preinkubasi penyimpanan telur. persentasi hatchability menunjukkan penurunan linear menurun dari hari kedua dan seterusnya. Dimana telah diperkirakan 0,7% perhari setiap penambahan penyimpanan.
Umur induk
Dimana terdapat pilihan, telur dari induk muda harus disimpan dibanding yang tua, menurunnya dalam hatchability setelah penyimpanan lebih besar pada telur yang lebih tua induknya.
Suhu penyimpanan
Setelah oviposisi, suhu dalam telur secara bertahap turun dibawah fisiological zero yaitu suhu minimum dimana embrio akan tumbuh kalau suhunya diatas fisiological zero. Suhu dibawah point ini mempengaruhi karakteristik telur lain oleh karena itu akan mempengaruhi kualitas telur tergantung dari durasi penyimpanan.
Ketika telur disetting disimpan sampai 3 hari suhu harus 18-210 C. Dengan periode penyimpanan 4-7 hari, telur harus disimpan antara 15-180 C. Ketika penyimpanan sampai 7 hari suhu harus 10-120 C.
Turning telur
Penelitian telah mengungkap bahwa turning telur dapat memperbaiki hatchability setelah penyimpanan preinkubasi. Dimana banyak data yang diteliti menyarankan bahwa metode ini hanya berguna untuk penyimpanan yang lama, hasil terbaru (2002) menggunakan telur ross 308 mengindikasikan bahwa turning telur 4 kali perhari dibutuhkan untuk periode penyimpanan 7 hari.
Perlakuan preinkubasi
Penilitian telah mengindikasikan bahwa prewarming yang segera sebelum memulai inkubasi dapat mengurangi turunnya hatchability setelah penyimpanan. Selama periode prewarming ini komponen suhu bervariasi pada telur menjadi homogen sebelum awal inkubasi , yang mana terlihat menyebabkan lebih seragamnya perkembangan awal embrio. Dalam penelitian ini, telur di hangatkan pada suhu 20-250 C untuk beberapa jam (5-16 jam) sebelum inkubasi. Bagaimanapun, dampaknya hanya akan tampak setelah penyimpanan yang lama. (lebih dari 14 hari).
Suhu inkubasi
Hasil terbaru dari penelitian pada telur kalkun mendemontrasikan dampak positip pada meningkatnya suhu selama minggu pertama dan kedua di inkubasi pada daya tetas telur yang disimpan. efek pada perlakuan suhu inkubasi pada telur broiler secara langsung di R & D. Pengukuran sebelumnya menyebutkan alat yang memudahkan untuk menurunkan hilangnya hatchability dan chick quality setelah penyimpanan pre inkubasi. Ditambah lagi, ada beberapa metode yang terbukti efektif dalam kondisi experimen tapi sulit diaplikasikan di hatchery .
Posisi telur
Dampak positip pada penympanan telur yang disimpan dengan posisi runcing diatas telah di tunjukkan terdahulu. Dengan cara ini posisi sentral kuning telur (dan embryo) terjaga selama penyimpanan. Di posisi ini, embrio terlihat lebih terlindungi dari dehidrasi dan adhesi pada membran, yang mana hasilnya lebih baik dalam bertahan selama penyimpanan.
Perlakuan pre warming di farm
Pemanasan sederhana telur yang segera setelah ovoposisi sebelum penyimpanan menunjukan mengurangi hilangnya hatchability yang disebabkan penyimpanan. Perlakuan ini memperlihatkan kemajuan perkembangan embrio pada tahap yang mana lebih baik dapat bertahan di periode penyimpanan. Penelitian terbaru 2001 menggunakan telur breeder komersial, pre warming HE pada suhu 37.5 C untuk periode 6 jam meningkatkan hatchability yang disimpan relatif untuk kelompok kontrol. Bagaimanapun peningkatan hanya menunjukkan pada telur yang disimpan 14 hari. Pada telur yang disimpan untuk 4 hari tidak ada pengaruh setelah diteliti. Metode ini terlihat sedikit cocok untuk telur dari kandang tua, pada saat telur mengandung embryo yang siap kemajuan lebih ketahap pada saat ovoposisi.
Ditulis oleh : Sandi Galih Purnama, S.Pt., Hatchery Manager. CV Intan Jaya Abadi, Sukabumi Jawa Barat.
Source : http://www.poultryindonesia.com~~
[ ... ]
Beberapa keuntungan yang didapat apabila kita memelihara DOC dengan kualias prima di antaranya daya hidup tinggi, karena performance yang prima akan menghasilkan daya tahan yang optimal, feed konversi lebih baik, dan pertambuhan berat badan yang lebih baik. Dengan ketiga aspek tersebut, untuk broiler komersial akan berdampak terhadap nilai jual, biaya pakan akan lebih rendah, dan panen akan sesuai target. Sedangkan untuk breeding dan layer performance pullet yang optimal akan menghasilkan periode produksi yang maksimal.
Secara umum DOC yang berkualitas prima dapat didefinisikan sebagai anak ayam yang berpotensi mempunyai peformance terbaik seperti yang telah disebutkan diatas.
Ada dua hal yang bisa kita tentukan dalam mengukur kualitas DOC yaitu secara kuantitatif dan secara kualitatif. Untuk pengukuran secara kuantitatif, kualitas DOC dapat diukur dari berat saat setelah menetas, panjang anak ayam, berat sisa kuning telur (yolk) dan lain-lain. Untuk pengukuran qualitatif secara umum yakni bersih, kering, bebas dari kotoran dan kontaminasi, mata jernih dan berbinar, bebas dari cacat, pusar menutup lengkap dan bersih , tidak ada sisa kuning telur pada area pusar.
Tubuh kuat terhadap sentuhan, tanpa ada tanda-tanda stress seperti panting, tanggap dan tertarik pada kondisi lingkungan, respon terhadap suara, konformasi normal dari kaki, tidak ada merah (hock) dikaki, tidak ada pembengkakan, tidak ada luka dikulit, paruh normal, tidak lembek dan kuku kuat,. Pengukuran kuantitatif bisa diukur dengan timbangan, penggaris dan lain-lain. Untuk pengukuran kualitatif perlu standarisasi –kalau tidak akan bersifat subjektif-- seperti menggunakan pasgar score dengan nilai 0–10 dan Tona score dengan nilai 0-100.
Penanganan telur tetas
Untuk mendapatkan DOC dengan kualitas prima juga diperlukan adanya penanganan terhadap telur selama di hatchery. Beberapa penanganan tersebut di antaranya :
1. Grading
Tujuan dilakukannya grading yakni untuk mendapatkan dan menginkubasi telur yang berkualitas baik dengan beberapa cara. Pertama, afkir dan buang telur yang tidak sesuai standar untuk ditetaskan. Telur yang tidak sesuai dengan standar yakni kotor, retak, kecil (sesuai standar berat HE), sangat besar atau double yolk, kerabang yang jelek, serta bentuknya tidak bagus.
Kedua, simpan telur secara hati-hati ke dalam setter tray atau tray transportasi dimana ujung yang tumpul berada di atas. Ketiga, berhati-hatilah selama proses grading, selama awal produksi periksa berat dan seleksi hatching eggnya. Keempat, simpan di ruangan terpisah dimana temperature dan kelembaban dikontrol. Kelima, jaga ruang penanganan telur dalam keadaaan bersih dan nyaman. Kontrol kutu di ruangan telur dengan cara pisahkan atau tolak telur kotor dan buggy dari hatchery.
2. Fumigasi
Tujuan dilakukan fumigasi yakni menghilangkan atau mengurangi kontaminan yang menempel pada permukaan telur agar tidak terjadi penetrasi kedalam telur baik jamur maupun bakteri. Fumigasi dilakukan harus sesuai dengan dosis yang dibutuhkan, contoh : single, double, dan seterusnya.
3. Penyimpanan Telur
Menyimpan dan mengoleksi telur agar sesuai dengan kebutuhan mesin atau permintaan dengan menjaga kualitas telur tetas dengan kondisi ideal sesuai lama penyimpanan.
Mekanisme yang menyebabkan turunnya hasil penyimpanan adalah sampai hari ini masih belum jelas, umumnya diketahui bahwa viskositas albumen (tingginya albumen) menurun dan pH albumen meningkat selama penyimpanan.
Perubahan dalam albumen tidak sesederhana yang digambar untuk kualitas hatching egg dalam menghasilkan DOC yang berkualitas prima. Kualitas telur terbaik terjadi pada saat hari dikeluarkan dari induk dan berubah dalam kekentalan albumen dan pH yang terjadi terutama selama 4 hari. Bagaimanapun, hatchability tertinggi diproduksi dari telur yang disimpan selama 1-2 hari, dan dari telur yang optimal kualitas albumennya.
Pengaruh hatchability dan quality
Meskipun praktek di hatchery penyimpanan akan rusak setelah lama penyimpanan lebih dari 7 hari, efek negatif harus dihindari dari hari kedua dan seterusnya. A Norwegian mempelajari (2001) pada hasil hatchability dari 112 flok Ross komersial 208 diungkap bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi hatchability adalah preinkubasi penyimpanan telur. persentasi hatchability menunjukkan penurunan linear menurun dari hari kedua dan seterusnya. Dimana telah diperkirakan 0,7% perhari setiap penambahan penyimpanan.
Umur induk
Dimana terdapat pilihan, telur dari induk muda harus disimpan dibanding yang tua, menurunnya dalam hatchability setelah penyimpanan lebih besar pada telur yang lebih tua induknya.
Suhu penyimpanan
Setelah oviposisi, suhu dalam telur secara bertahap turun dibawah fisiological zero yaitu suhu minimum dimana embrio akan tumbuh kalau suhunya diatas fisiological zero. Suhu dibawah point ini mempengaruhi karakteristik telur lain oleh karena itu akan mempengaruhi kualitas telur tergantung dari durasi penyimpanan.
Ketika telur disetting disimpan sampai 3 hari suhu harus 18-210 C. Dengan periode penyimpanan 4-7 hari, telur harus disimpan antara 15-180 C. Ketika penyimpanan sampai 7 hari suhu harus 10-120 C.
Turning telur
Penelitian telah mengungkap bahwa turning telur dapat memperbaiki hatchability setelah penyimpanan preinkubasi. Dimana banyak data yang diteliti menyarankan bahwa metode ini hanya berguna untuk penyimpanan yang lama, hasil terbaru (2002) menggunakan telur ross 308 mengindikasikan bahwa turning telur 4 kali perhari dibutuhkan untuk periode penyimpanan 7 hari.
Perlakuan preinkubasi
Penilitian telah mengindikasikan bahwa prewarming yang segera sebelum memulai inkubasi dapat mengurangi turunnya hatchability setelah penyimpanan. Selama periode prewarming ini komponen suhu bervariasi pada telur menjadi homogen sebelum awal inkubasi , yang mana terlihat menyebabkan lebih seragamnya perkembangan awal embrio. Dalam penelitian ini, telur di hangatkan pada suhu 20-250 C untuk beberapa jam (5-16 jam) sebelum inkubasi. Bagaimanapun, dampaknya hanya akan tampak setelah penyimpanan yang lama. (lebih dari 14 hari).
Suhu inkubasi
Hasil terbaru dari penelitian pada telur kalkun mendemontrasikan dampak positip pada meningkatnya suhu selama minggu pertama dan kedua di inkubasi pada daya tetas telur yang disimpan. efek pada perlakuan suhu inkubasi pada telur broiler secara langsung di R & D. Pengukuran sebelumnya menyebutkan alat yang memudahkan untuk menurunkan hilangnya hatchability dan chick quality setelah penyimpanan pre inkubasi. Ditambah lagi, ada beberapa metode yang terbukti efektif dalam kondisi experimen tapi sulit diaplikasikan di hatchery .
Posisi telur
Dampak positip pada penympanan telur yang disimpan dengan posisi runcing diatas telah di tunjukkan terdahulu. Dengan cara ini posisi sentral kuning telur (dan embryo) terjaga selama penyimpanan. Di posisi ini, embrio terlihat lebih terlindungi dari dehidrasi dan adhesi pada membran, yang mana hasilnya lebih baik dalam bertahan selama penyimpanan.
Perlakuan pre warming di farm
Pemanasan sederhana telur yang segera setelah ovoposisi sebelum penyimpanan menunjukan mengurangi hilangnya hatchability yang disebabkan penyimpanan. Perlakuan ini memperlihatkan kemajuan perkembangan embrio pada tahap yang mana lebih baik dapat bertahan di periode penyimpanan. Penelitian terbaru 2001 menggunakan telur breeder komersial, pre warming HE pada suhu 37.5 C untuk periode 6 jam meningkatkan hatchability yang disimpan relatif untuk kelompok kontrol. Bagaimanapun peningkatan hanya menunjukkan pada telur yang disimpan 14 hari. Pada telur yang disimpan untuk 4 hari tidak ada pengaruh setelah diteliti. Metode ini terlihat sedikit cocok untuk telur dari kandang tua, pada saat telur mengandung embryo yang siap kemajuan lebih ketahap pada saat ovoposisi.
Ditulis oleh : Sandi Galih Purnama, S.Pt., Hatchery Manager. CV Intan Jaya Abadi, Sukabumi Jawa Barat.
Source : http://www.poultryindonesia.com~~